Gookalian membahas apa saja alasan untuk tidak Post sesuatu tentang anak. Karena ada begitu banyak orang tua yang memposting foto, video dan story yang isinya anak mereka dengan alasan bangga dengan keluarga mereka. Mereka juga ingin tetap terhubung dengan teman dan keluarga yang lain. Namun ketahuilah sobat, sosial media merupakan sebuah platform yang cukup menantang dalam parenting terkhusus untuk mendidik mengunggulkan anak.
Akan tetapi, memposting sesuatu atau membagikan sesuatu tentang anak di sosial media dapat membuat mereka dalam bahaya. Kok bisa begitu ya? Alasannya dilansir dari Jelliesapp dan berbagai sumber buat sobat baca dibawah ini.
Alasan Untuk Tidak Post Sesuatu Tentang Anak
Overproud atau bangga berlebihan terhadap kepunyaan memang tidak baik. Begitu pula dengan anak merupakan harta yang tak ternilai harganya. Namun, sebaiknya tidak membeberkan berbagai hal tentang anak dan pribadinya karena berpotensi berbahaya. Setidaknya beberapa alasan dibawah ini perlu diperhatikan sebelum sobat klik “Bagikan” atau “Posting”.
Alasan Untuk Tidak Post Sesuatu Tentang Anak Utamanya Adalah Privasi
Saat anak kita masih kecil, mungkin dia gak bisa mengerti apa yang kita lakukan dengan mempostingnya di media sosial. Saat beranjak dewasa mereka tidak akan mengerti hal ini. Setidaknya anak akan mulai mengerti tentang perasaan diri sendiri dan bagaimana dunia melihatnya , itulah disaat dia mulai memperhatikan privasi (Common Sense Media).
Itupun kalau anak memang mengerti tentang dirinya jika dilihat orang lain. Saat itulah anak mulai merasa malu dengan konten yang dibagikan orang tuanya. Apalagi jika bersifat kelucuan, kejadian memalukan meskipun lucu, dan perkembangan perilaku maupun hal sejenis usia dini lainnya.
Dengan orang tua membagikan foto/video yang salah tentang anak ke sosial media, anak merasa mereka tidak memiliki badannya sendiri. Anak tidak bisa menolak untuk tidak diposting ke sosial media. Artinya anak dipaksa menurut apa yang orang tua mau yaitu alias tidak bisa menolak foto/video tentang tubuh atau dirinya dibagikan ke sosial media.
Lebih jauh lagi, saat konten dibagikan anak belum bisa menentukan apakah dia cocok ada di depan kamera pada saat itu. Saat beranjak dewasa dia mungkin baru sadar, kelucuan masa kecil dapat membuatnya malu sampai dewasa. Apalagi konten sensitif seperti saat mandi atau mengekspos tubuhnya. Bahkan anak bisa dicap pendukung partai tertentu lewat atribut yang orang tua pakaikan ke anak pada saat itu.
Momen Yang Dibagikan Ke Sosial Media Bisa Jadi Bahan Bulian
Sobat harus memperhatikan dengan seksama apa yang orang lain katakan tentang postingan di sosial media. Anak tidak tahu tentang foto yang ada di sosial media orang tuanya. Ini bisa dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan perundungan. Meskipun jatuhnya hanya bersenang-senang atau lucu-lucuan aja, seseorang yang sensitif bisa merasa sakit hati ketika mereka beranjak dewasa.
Nah ketika foto/video lucu yang memalukan tentang masa kecil anak sobat tersebar. Lalu bagaimana cara menghentikannya? Apakah sobat bisa melakukannya? Apakah sobat rela anak dibully lewat foto-foto masa lalu yang sobat sebarkan sendiri? Kelucuan ini bahkan nggak cuma ada di keluarga, bahkan bisa terkenal seantero sekolah tempat dia belajar.
Perundungan tidak hanya terjadi lewat mereka yang kenal atau dekat. Para orang anonim yang menggunakan akun Fake di Internet mungkin akan memberikan komentar yang kurang baik atau menyakitkan hati. Apakah ini akan bagus untuk mental anak dan keluarga sobat?
Mempengaruhi Masa Depan Anak
Atribut yang dikenakan saat dia kecil dapat menyebabkan orang berpikir bahwa sampai dewasa anak itu tetap sama memiliki kecenderungan terhadap politik atau agama tertentu. Padahal itu hanya sebuah kelucuan foto atau video yang tidak sengaja di upload. Ini dapat berdampak kedepannya ketika anak mencari pekerjaan atau ingin mencapai sesuatu dalam hidupnya.
Karena akan sangat sulit mengontrol informasi kemana saja akan berujung jika ketika di klik Post/Bagikan. Sobat tidak bisa menghentikan seseorang untuk melakukan Screenshot pada foto yang telah dibagikan. Meskipun telah dihapus, file masih akan ada di server di Internet dan sosial media itu sendiri.
Menurut Stacey Steinberg (direktur asosiasi Center on Children and Families di Fakultas Hukum Universitas Florida Levin), kenyataannya data yang dibagikan oleh orang tua bisa diungkap oleh Google dalam algoritma pencariannya dalam waktu beberapa tahun kedepan. Dan kita tidak tahu apa tujuan anak-anak kita ketika mereka tumbuh dewasa nanti. Ini merupakan wejangan dari ahli terkait mengapa tidak boleh sembarangan posting sesuatu tentang anak.
Orang tua mungkin tidak tahu bahwa postingan itu berpotensi sensitif terhadap pekerjaan. Juga tidak tahu apakah akan berdampak jika anak menjadi pekerja publik atau sejenisnya.
Berpotensi Terjadi Penculikan Digital
Penculikan digital adalah salah satu jenis pencurian identitas. Seseorang dapat menggunakan foto anak dari sosial media. Mereka membuat akun baru dengan foto tersebut dan mengganti identitasnya. Ini bisa dimanfaatkan untuk melakukan penyamaran dalam kejahatan.
Seperti contoh pada tahun 2015 lalu, ada seorang tidak dikenal menggunakan foto seorang anak berusia 18 tahun dari Facebook ibunya. Seseorang tersebut kemudian membuat akun seolah-olah anak dari ibu tersebut padahal bukan. Yang paling baru di 2020 sampai 2021 yang sekarang, pencurian foto digunakan untuk membuat akun baru yang tujuannya menyebarkan spam dan siaran video langsung yang tujuannya menaikkan rating sebuah Fanspage. Saking mudahnya mengambil foto orang di sosial media.
Mengundang Orang Berbahaya
Berdasarkan komisi keselamatan elektronik anak di Australia, setidaknya ada sebuah situs yang menyediakan 45 juta foto yang setengahnya ternyata diambil dari foto anak-anak dari sosial media. Foto tersebut lazimnya kegiatan keluarga sehari-hari. Bahkan bisa masuk ke website atau forum-forum berisi penjahat pornografi.
Dengan mengetahui kegiatan sehari-hari, jumlah keluarga, kesibukan orang tua, waktu bermain maupun sekolah yang orang tua bagikan ke sosial media. Penjahat dapat menyusun strategi untuk melakukan penculikan terhadap anak. Ini adalah puncak bahaya yang bisa terjadi dalam kehidupan keluarga sobat.
Akhir kata, jika memang sobat ingin membagikan momen tertentu dengan anak di sosial media pastikan beberapa hal yang termasuk etika kewargaan digital. Seperti privasi, jangan pernah menambahkan orang tidak dikenal. Pilih foto dengan hati-hati yang tidak berujung pembulian. Bila perlu tambah watermark ke foto agar bisa menjadi identitas pemilik. Tapi menurut kami, lebih baik tidak usah membagikan kebahagian keluarga dan khususnya anak ke sosial media.